Sambutan Ketua
Sambutan Ketua Pengadilan Agama Barru
Dengan rasa bahagia dan bersyukur kepada Allah SWT, menyaksikan keluasan ilmu pengetahuan Allah SWT, yang sebahagian dilimpahkan kepada kita dengan cara yang sangat menakjubkan, dimana dunia ini dapat kita jelajahi melalui dunia maya.
Gagasan keterbukaan melalui teknologi informasi dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 144 Tahun 2007 yang dicanangkan sebagai bagian dari program utama Mahkamah Agung RI merespon kehendak publik dan juga merupakan kebutuhan kelembagaan dalam komunikasi Mahkamah Agung RI dengan lembaga-lembaga peradilan yang ada di bawahnya secara timbal balik dan juga untuk kebutuhan keterbukaan informasi antar lembaga peradilan dan masyarakat umum.
Dalam rangka mewujudkan gagasan tersebut, dengan membentuk website pada setiap pengadilan kita sambut dengan baik karena merupakan gagasan yang cemerlang dan brillian di era informasi dan keterbukaan sekarang ini, karena dengan melalui website tersebut jajaran peradilan sebagai lembaga pelayanan publik dapat mengakses seluruh kegiatannya untuk menjadi konsumsi publik sehingga dengan keterbukaan itu dapat memberikan citra yang baik kepada lembaga peradilan dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat sebagai lembaga penegak hukum yang dapat dipercaya dalam menyelesaikan perkara.
Demikianlah sambutan ini kiranya kita semua mendapatkan hidayah dan taufiq dari Allah SWT.
Amin.
..
Arti Lembaga
ARTI LAMBANG
MAHKAMAH AGUNG RI
- BENTUK
Perisai ( Jawa : Tameng ) / bulat telur
- ISI
- GARIS TEPI
5 (lima) garis yang melingkar pada sisi luar lambang menggambarkan 5 (lima sila dari pancasila)
- TULISAN
Tulisan " MAHKAMAH AGUNG" yang melingkar diatas sebatas garis lengkung perisai bagian atas menunjukkan Badan, Lembaga pengguna lambang tersebut.
- LUKISAN CAKRA
Dalam cerita wayang (pewayangan), cakra adalah senjata Kresna berupa panah beroda yang digunakan sebagai senjata " Pamungkas " (terakhir). Cakra digunakan untuk memberantas ketidak adilan. Pada lambang Pengadilan Negeri Yogyakarta, cakra tidak terlukis sebagai cakra yang sering/banyak dijumpai misalnya cakra pada lambang Kostrad, lambang Hakim, lambang Ikahi dan lain-lainnya yakni berupa bentuknya cakra, dalam keadaan "diam" (statis), tetapi cakra yang terdapat pada Lambang Pengadilan Negeri Yogyakarta terlukis sebagai cakra yang (sudah) dilepas dari busurnya. Kala cakra dilepas dari busurnya roda panah (cakra) berputar dan tiap ujung (ada delapan) yang terdapat pada roda panah (cakra) mengeluarkan api. Pada lambang Pengadilan Agama Barru cakra dilukis sedang berputar dan mengeluarkan lidah api (Belanda : vlam ). Cakra yang rodanya berputar dan mengeluarkan lidah api menandakan cakra sudah dilepas dari busurnya untuk menjalankan fungsinya memberantas ketidakadilan dan menegakkan kebenaran. Jadi pada lambang Pengadilan Agama Barru, cakra digambarkan sebagai cakra yang "aktif", bukan cakra yang "statis"
- PERISAI PANCASILA
Perisai Pancasila terletak ditengah-tengah cakra yang sedang menjalankan fungsinya memberantas ketidakadilan dan menegakkan kebenaran. Hal itu merupakan cerminan dari pasal 1 UU Nomor 14 tahun 1970 jo. pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 yang rumusannya berbunyi : " Kekuasaan Kehakiman adalah Kekasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia."
- UNTAIAN BUNGA MELATI
Terdapat 2 (dua) untaian bunga melati masing-masing terdiri dari atas 8 (delapan) bunga melati, melingkar sebatas garis lengkung perisai bagian bawah, 8 (delapan ) sifat keteladanan dalam kepemimpinan (hastabrata).
- SELOKA " DHARMMAYUKTI"
Pada tulisan "dharmmayukti" terdapat 2 (dua) huruf M yang berjajar. Hal itu disesuaikan dengan bentuk tulisan " dharmmayukti " yang ditulis dengan huruf Jawa. Dengan menggunakan double M, huruf "A" yang terdapat pada akhir kata "dharma" akan dilafal sebagai "A" seperti pada ucapan kata "ACARA ", "DUA" "LUPA" dan sebagainya. Apabila menggunakan 1 (satu) huruf "M", huruf "A" yang terdapat pada akhir kata "dharmma" memungkinkan dilafal sebagai huruf "O" seperti lafal "O" pada kata "MOTOR", "BOHONG" dan lain-lainnya. Kata "DHARMMA" mengandung arti BAGUS, UTAMA, KEBAIKAN. Sedangkan kata "YUKTI" mengandung arti SESUNGGUHNYA, NYATA. Jadi kata "DHARMMAYUKTI" mengandung arti KEBAIKAN/KEUTAMAAN YANG NYATA/ YANG SESUNGGUHNYA yakni yang berujud sebagai KEJUJURAN, KEBENARAN DAN KEADILAN.
Sejarah Pengadilan
Sejarah Pengadilan
Ajaran Islam masuk di daerah Barru pada abad ke-16 yang dibawa oleh Khatib/Ulama yang bernama Dato Bandang di Tanete Lalabata. Setelah Islam semakin berkembang maka dikenal adanya satu aturan Hukum, yaitu Hukum Islam.
Pada zaman Hindia Belanda, Pengadilan Agama mulai dikenal oleh masyarakat Islam dengan nama Mahkamah Syari’ah. Tiap-tiap kerajaan mengangkat seorang Qadhi yang diserahi tugas memimpin sidang dan mempunyai wilayah yurisdiksi masing-masing, meliputi Kerajaan Tanete dengan wilayah yurisdiksi Tanete Rilau dan Tanete Riaja, Kerajaan Barru dengan wilayah yurisdiksi Barru, Kerajaan Balusu dengan wilayah yurisdiksi Kiru-kiru dan sebagian daerah Soppeng Riaja dan Kerajaan Nepo dengan wilayah yurisdiksi Nepo.
Kerajaan Tanete dengan Qadhi bernama La Waru Dg. Teppu (abad ke-16), Kerajaan Barru dengan Qadhi bernama H. Jamaluddin (abad ke-20), Kerajaan Balusu dan Kiru-kiru/Soppeng Riaja dengan Qadhi bernama Coa (Tahun 1920), dan Kerajaan Nepo dengan Qadhi bernama H. Taberang (1928).
Keempat Wilayah tersebut di atas masuk dalam Wilayah kabupaten Barru. Dengan demikian, wilayah yurisdiksi meliputi kerajaan dan tiap-tiap daerah kerajaan mempunyai seorang Qadhi dan dua orang Hakim anggota serta didampingi seorang sekretaris, mereka bersidang di serambi Mesjid sehingga Mahkamah Syari’ah di Barru sering dinamakan Pengadilan Serambi.
Keadaan tersebut di atas berlangsung sampai zaman pemerintahan Jepang yakni tahun 1942 yang menetapkan bahwa semua undang-undang dan peraturan yang berasal dari pemerintahan Hindia Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan kepentingan tentara Jepang.
Pada saat Kemerdekaan Republik Indonesia belum ada aturan tersendiri yang mengatur tentang status dan keberadaannya sebagai lembaga Pengadilan Agama, Setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957, maka Pengadilan Agama Barru masuk wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Pare-pare yang terbentuk pada tahun 1958, selanjutnya dengan keluarnya surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 87 tahun 1966, maka Pengadilan Agama Barru berdiri sendiri dan memisahkan diri dari Pengadilan Agama Pare-pare pada tahun 1967 dan berkantor pada gedung Kantor Bupati Barru selama 10 tahun, lalu pindah ke Kantor Departemen Agama sampai setelah berdirinya gedung Kantor Pengadilan Agama Barru yang diresmikan pada tahun 1980 oleh Direktur Badan Peradilan Agama Islam.
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, maka eksistensi Pengadilan Agama Barru sangat kuat dan telah melaksanakan putusannya sendiri, sehingga masyarakat telah menilai bahwa Pengadilan Agama Barru sudah sama dengan pengadilan lainnya.